This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 22 Juni 2020

Selamat Jalan Mamah (3)




Sabtu, 10 September 2011, hari yang cukup teduh untuk Kota Udang yang populer so hot. Ini tanda-tanda baik. Dengan cara geografis terdapat di daerah Pantai Utara Pulau Jawa yang membuat cuaca serta udara daerah ini condong panas. Sebenernya kota ini tidak jauh dengan pegunungan. Cuma seputar 20-30 menitan berkendara sepeda motor telah tiba di kaki Gunung Ciremai. Bersebelahan dengan Kabupaten Kuningan. Serta daerah Kota Udang sisi selatan beberapa telah daerah berbukit.

Pagi itu Mamah repot beres-beres rumah yang tidak sempat beres. Kemudian mulai packing menyiapkan kepentingan semasa di dalam rumah sakit.

"Yaelaahh Maahh... Ingin opname di dalam rumah sakit apa ingin kemping sich?" tanyaku untuk lihat tas-tas, bingkisan plastik serta entahlah apalagi.

"Ya kan mungkin kelak disana perlu. Dibanding bolak-balik, mending dibawa saja deh sekaligus" jawab Mamah.

"Kan belum daftar , Mah. Belum pasti bisa ruang" sangkal ku.

"Mending daftar ruang dahulu saja. Jika sudah pasti bisa ruangnya, baru beberapa barang dibawa" saranku pada Mamah.

"Ya telah, mumpung masih pagi, saat ini ke rumah sakit saja. Agar tidak ngantri lama," ajak Mamah.

Sesudah antre di loket pendaftaran, ruang rupanya penuh. Porsi sarana ruang dari Askes sesuai dengan kelompok pangkat cuma kelas 3. 

Mudahnya Bermain Taruhan Bola Online

Iseng kuitari Rumah Sakit Umum Wilayah Kota Udang ini. Melihat sedikit di rungan kelas 3. Astagaa ruang jenis barak militer. Banyak manusia menggelepar disana, baik di tempat tidur atau di lantai. Seperti ikan asin sedang dijemur di tepi pesisir. Mana pasien mana keluarga yang tunggu, susah dibedakan.

Saya kembali pada ruangan nantikan dimana Mamahku masih setia menanti. Ku anjurkan Mamah untuk naik service kelas dibanding tidak jelas. Pada akhirnya coba mengontak sisi pendaftaran ruang lagi serta minta naik kelas 2 atau jika perlu kelas 1.

"Maaf Bu, ini semua ruang dari kelas 1 sampai kelas 3 penuh. Paling kelak kayanya malam ada yang kosong di kelas 1, tetapi kelak dinyatakan dahulu," demikian jawab petugas pendaftaran yang ku dengar.

Ya ampuuun, apa saat ini lagi musim orang sakit ya, sampai semua ruang sarat dengan orang sakit? Hasil obrolanku dengan perawat serta sebagian orang yang menengok pasien, tuturnya jika sesudah lebaran ini memang beberapa orang sakit. Dari mulai korban kecelakaan dari beberapa pemudik atau sakit karena skema makan yang kurang sehat sesudah puasa. Saya manggut-manggut saja. Logis .

Tulalit...tulalit...tulalit... Hpku berdering. Ku melihat nomor kantor Papah tampil di monitor.

"Wib, bagaimana, telah dapet ruangnya belum?" bertanya Papah di seberang sana.

"Belum Pah. Ruang penuh semua. Ditambah lagi ruangan kelas 3", jawabku.

"Ngajukan naik kelas saja. Takutnya sebab pakai Askes serta kelas 3, servicenya jadi menyengaja demikian".

"Barusan Wibi telah coba ngajuin naik kelas 1, tetapi masih saja penuh. Peluang baru ada kosong di kelas 1 malam nanti Pah" jawabku menerangkan.

"Coba kamu bertanya yang kelas VIP kurang lebih naik berapakah dari porsi kelas 3. Jika perlu masuk di VIP saja tidak apa-apa deh. Agar servicenya terjaga serta nyaman" Papah coba merekomendasikan.

Wew, kelas VIP berapakah uang nih, pikirku.

"Mmhh... Pah, memang ada uang buat ongkos di kelas VIP? Kayanya mahal deh. Ruangnya saja enak demikian" tanyaku ingin tahu.

"Papah dapet utang cukup. Masih cukup. Dibanding Mamah luntang lantung tidak jelas di dalam rumah sakit, mending mencari yang tercepat saja" demikian kata Papah.

"Baik," ku tutup telephone dari Papah serta langsung mendekati Mamah.

"Mah, kata Papah naik kelas VIP saja tidak apa-apa tuturnya. Agar cepat, terus nyaman" kataku sampaikan pesan Papah barusan.
Share:

Selamat Jalan Mamah (2)




Sepulang dari kontrol ke dokter, di dalam rumah, Mamah semakin nampak beralih raut wajahnya. Papah yang lihat perkembangan raut muka langsung menanyakan, "barusan hasil periksanya bagaimana?".

"Tuturnya suruh cek darah sama ke lab dahulu, ini surat referensi dari dokternya" jawab Mamah sekalian menyodorkan selembar kertas dengan tulisan cacing tidak jelas ciri khas tulisan dokter.

"Ya telah esok langsung saja ke rumah sakit atau ke Pramita," pendapat Papah.

"Agar cepat diketahui penyakitnya serta agar selekasnya diobati jika memang benar ada penyakitnya. Semoga sich tidak ada apa-apa", tutur Papah sekalian sedikit menentramkan.

Mulai sejak itu, kelihatannya Mamah kadang senang melamun dengan tatapan kosong. Seperti ada beban berat yang dipikir, semakin berat dari tagihan utang rentenir. Saya yang tangkap perkembangan itu jadi turut cemas. Memang, kadang kemauan hati sebatas check kesehatan teratur, sesudah teridentifikasi ada penyakit spesifik, malah info itu yang membuat badan berasa sakit beneran. Meskipun awalnya sehat tanpa rasakan sakit apa saja. Ini yang dirasakan Mamah.

Esok harinya, sebab didorong rasa ingin tahu, Papah mengantarkan mamah untuk cek laboratorium sesuai dengan saran dokter. Demikian hasil keluar, keesokannya langsung diskusi dengan Dokter Hary lagi.

"Ibu Tati, ibu berasa ada keluh kesah ini semenjak kapan?" mendadak dokter menanyakan sekalian mebolak-balik kertas hasil kontrol lab.

"aduh, kurang memahami dok. Kayanya sich baru saja deh. Itu juga cuma kadang-kadang saja. Karena hanya pendapat dari rekan-rekan untuk selekasnya check saja pada akhirnya saya iseng kontrol ke sini, dok", jawab Mamah panjang lebar.

"mmhhh... Begitu ya? Soalnya jika melihat hasil dari ini, kelihatannya Ibu telah lama alami tanda-tanda ini. Tapi masih untung sich ini selekasnya diketahui" sebut dokter dengan benar-benar berhati-hati.

Sebab ingin tahu, saya yang dari barusan duduk diam di sudut ruangan check langsung menanyakan, "jika bisa tahu, mengapa sich dok, ibu saya? Itu hasilnya bagaimana?".

"Maaf ya Mas, Bu, jika hasil analisis saya dengan dibantu hasil laboratorium ini... sangkaan awal saya betul... jika ibu... menderita kanker payudara. Serta ini kelihatannya telah masuk kelompok fase tiga."

Duaarrrrr!! Innalillahi ya Allah Ya Kariim Ya Rahman Ya Rahim Ya Aziz Ya Jawa barat Ya Muttakabir. Terasanya ada halilintar di siang bolong. Mendadak lemes ini dengkul keroposku. Ku lirik Mamah cuma melongo saja tanpa ada memberi respon apa saja. Dokterpun sesaat diam memperhatikan reaksi kami berdua.

Dengan style sok cool bermaksud menghibur diri kita, "oohh kanker ya dok? Fase 3 ya?" tanyaku basa basi sekalian pura-pura biasa saja.

Dokter Hary tersenyum, "tenang saja tidak perlu takut. Masih dapat diobati kok. Toh ini gak sampai fase akhir. Banyak yang dapat pulih asal semangat, optimistis, jangan malas minum obat atau kontrol ke dokter", ia menghibur kami sesudah lihat raut muka kami yang tiba-tiba lesu.

Kemudian, tidak ku ingat lagi dokter mengatakan apa dengan Mamah. Tidak ku lihat lagi dokter memberikan saran serta resep apa. Sesudah menebus obat di apotek, kami langsung melaju pulang dengan perasaan tidak karuan.
Di becak waktu perjalanan pulang Mamah tidak banyak omong. Cuma beberapa pertanyaan saja yang dilemparkan padaku tanpa ada menginginkan jawaban .

"Mengapa Mamah dapat ini ya Wib? Pulihnya lama tidak ya kurang lebih? Mahal ya ongkos penyembuhannya?" itu pertanyaan-pertanyaan yang terlontar selama perjalanan pulang.

Sampai di dalam rumah telah magrib. Seperti umumnya, Papah langsung cecar dengan pertanyaan-pertanyaan. Waktu dikasih tahu jika Mamah menderita kanker fase 3, reaksi Papah cuma "laaahh...kanker tah?" dengan gestur datar. Adik-adikku lainnya terkejut, ada pula yang bingung tidak pahami.

Mudahnya Bermain Taruhan Bola Online

Kutinggal percakapan Mamah Papah serta Adik-adik yang masih tetap mengulas hasi check dokter. Ku pergi solat yang hampir ketinggalan sebab hampir masuk waktu Isya. Usai solat, saya masih terduduk di atas sajadah. Merenung. Diam.

Ya Allah, masalah apalagi yang akan Engkau amanahkan pada kami? Belum puaskah Engkau lihat ke-2 orang tuaku menderita? Belum cukup kah kami terima kesulitan? Beri kami kemampuan. Inikah surat cintaMu buat kami?

Kulipat sajadah sebelumnya setelah sekaligus solat Isya. Kurebahkan badan ini di lantai beralas karpet kedaluwarsa yang di pojokan nampak ada bolong-bolong. 

Rumah kami tidak cukup untuk memuat semua bagian keluarga jika bergabung. Jadi sangat terpaksa beberapa ada yang tidur di lantai ruangan tamu yang memiliki ukuran 2x3 mtr.. Serta jika semua bagian keluarga komplet bergabung, Papah harus ikhlas "ngungsi" untuk tidur di kantor. Sekaligus temani yang menjaga malam, tuturnya. Terkadang saya juga turut ngungsi tidur di kantor Papah. Selonjor di bangku sofa kantor.

Kupejamkan mata, mengharap besok kan keluar bangbang wetan yang cerah meniadakan semua sendu, berlalu, pada malam itu.

Pagi hari, ku membuka mata. Ku melihat setangkai purnama ketinggalan di taman. Ku berharap tempo hari ialah mimpi. Tetapi apes! Rupanya ini riil, waktu ekor mataku tangkap amplop besar dengan logo laboratorium klinik.

Hari bertukar hari, minggu bertukar minggu, bulan bertukar bulan. Situasi Mamah seperti terlihat banyak desakan meskipun dengan cara fisik, penyakitnya yang fase 3 jarang-jarang dirasanya. Cuma kadang-kadang senut-senut saja tuturnya. Beban pemikiran yang menyelimuti lah yang membuat Mamah jadi seperti orang sakit. Walau sebenarnya jauh sebelumnya, kemungkinan waktu masih step fase 1, fase 2, Mamah sehat-sehat saja hingga kemudian ketahui vonis dokter waktu check beberapa bulan kemarin.

Sesudah tragedi check dokter itu, kami sekeluarga menyemangatinya. Kami katakan itu bukan penyakit mencekam. Toh faktanya sejauh ini sehat wal 'afiat meskipun menderita kanker yang tidak teridentifikasi. Ditambah semangat dari ibu-ibu Dharma Wanita di kantor Papah. Kebetulan ada salah seorang personil Dharma Wanita yang menderita penyakit hits buat kaum wanita itu. Rupanya sampai saat ini masih sehat-sehat saja.

Mamah rajin pergi ke dokter dengan cara teratur. tidak lupa dengarkan saran-nasehat serta saran beberapa orang yang punyai pengalaman sama. Kecuali obat-obat dari dokter, Mamah coba penyembuhan-pengobatan tradisionil berbentuk jamu dari daun-daunan serta sejenisnya. Namanya usaha, tiap peluang, pantas dicoba. Tidak bisa patah arang, kata Papah yang menyemangati. Sampai datang waktunya berobat yang ke demikian kali pada dokter ahli. Kebetulan saya juga sedang pulang ke rumah lagi. Jelas, kepentingan antar mengantarkan jadi urusanku sebab adik-adik lainnya sekolah serta Papah kerja.

Sejak vonis kanker saat itu, kontrol kesehatan diarahkan pada dokter ahli, bukan lagi dengan Dokter Hary yang notabene ialah dokter umum. Dokter merekomendasikan satu aksi operasi untuk mengusung sel kanker yang berada di buah dada samping kiri. Alamaakk! Harus operasi juga. Semakin buat lemas saja dengar keterangan dokter spasialis penyakit dalam. Mamah? Tidak perlu kau bertanya, jelas mamah protes serta merintih untuk dengar pendapat dokter ini.

"Mengapa harus operasi dok? Tidak ada pilihan lain? Biayanya kan mahal" gerutu Mamah.

"Ini aksi yang sangat sangat mungkin untuk kesempatan kesembuhan, Bu. Sebab jika tidak selekasnya diangkat, saya cemas sel kanker akan menyebar ke payudara sampingnya atau serta menyebar ke sisi lain. Salah satu langkah dengan pengangkatan" jelas si dokter.

Kami pulang dengan muka lesu memikirkan operasi. Horor. Belum juga memikir ongkos. Entahlah. Dalam perjalan pulang dengan angkutan favorite, becak, mendadak Mamah nyletuk,
Share:

Selamat Jalan Mamah




Pagi yang cerah hari itu, 5 Juni 2011. Saya bangun pagi untuk nikmati hari mingguku di dalam rumah. Maklum anak perantauan, jarang-jarang sekali pulang ke rumah. Seputar 3 bulan sekali saya dapat pulang, serta terkadang sampai 1/2 tahun tidak pulang. Jenis Bang Toyib yang tidak pulang-pulang.

Untuk mahasiswa veteran alias sesepuh yang hampir tidak ada mata kuliah yang diambil, sesudah Ujian Tengah Semester (UTS) dapat digunakan untuk liburkan diri. Semester ini saya cuma ambil satu mata kuliah saja, itu juga cuma mengulang-ulang sebab nilai awalnya di rasa belum optimal. Tentunya bekasnya ialah skripsi yang belum selesai saya buat semenjak semester awalnya. Pusing!

Agenda UTS seputar dua minggu. Kebetulan agenda tes mata kuliah yang saya mengambil berada di hari ke-2. Jadi sesudah usai, tersisa saatnya dapat ku pakai untuk mudik sebelum pada akhirnya kembali pada universitas, dua minggu setelah itu. 

Berlibur kesempatan ini ingin saya gunakan untuk bersantai-santai sesaat lupakan teori-teori kuliah, organisasi-organisasi di universitas dan kepentingan skripsi. Setop! Taklukkan dahulu intinya.

Menyengaja saya mandi pagi-pagi sekali. Setelah subuh langsung bergegas menyambar ember kecil perlengkapan mandi serta berjalan ke kamar mandi siswa. Lho?? Yup! kebetulan Papahku kerja di salah satunya sekolah negeri. Walaupun cuma pegawai rendahan, alhamdulillah diperbolehkan tempati rumah dinas ala kandungannya yang berada di komplek sekolahan, meskipun untuk kamar mandi harus ikhlas bersamaan dengan WC siswa yang jaraknya seputar 50 mtr.. Cukup dibanding harus ngontrak, pendapatan Papahku mana cukup. Belum juga harus membayar saya serta satu adikku yang sedang kuliah. Ditambah masih ada 4 adikku lagi yang masih tetap sekolah di kursi SMA, SMP, serta SD.

Mudahnya Bermain Taruhan Bola Online

Yap! Saya hidup 6 bersaudara dengan saya untuk anak pertama. Mamahku tidak diizinkan kerja, cuma mengurus rumah serta beberapa anak yang berlimpah sampai 1/2 lusin. Sebenernya benar-benar tidak logis dalam hitungan matematika, ayahku yang kerja cuma untuk pegawai rendahan dengan upah rata-rata 1,5 juta, dapat menyekolahkan 2 anaknya kuliah, ditambah bekasnya masih mengenyam kursi sekolah. Tetapi itu matematika rezeki. Tidak ada yang dapat menghitungnya serta memprediksinya. Cuma bermodal nekat serta harapan supaya anaknya tidak seperti orang tuanya yang cuma tamatan SD serta SMA, karena itu kuliah ialah satu "kewajiban" buat kami, anak-anaknya. Kepentingan kelak bagaimana biayanya, itu kepentingan lain. Kepentingan terakhir. Demikian sebut Papah setiap saat berikan motivasi anaknya untuk selalu sekolah tinggi.

"Mamah di sini masak apa yang ada, Wib. Cukup makan dengan terasi goreng atau garam seringkali. Adik-adikmu suka tuch", demikian tutur mamah waktu lalu yang membuat saya terasanya jadi anak durhaka.

Pikirkan, saya di sini kuliah dapat makan nasi ramais sedang ke-2 orang tuaku serta adik-adikku lainnya di dalam rumah harus ikhlas makan cukup dengan terasi, dengan garam atau seadanya makanan? Oh Gusti Dewata Agung jangan laknat hamba jadi batu.

"Tumben Wib, pagi-pagi sudah ingin mandi", sebut Mamah waktu melihatku bergegas ke kamar mandi.

"Ingin jalanan Mah, cari udara kota yang seger. Bosen di desa selalu" jawabku sekalian nyengir.

Usai mandi, kubangunkan adikku yang sangat kecil, Purnomo.

"heh, bangun Pur sudah pagi. Turut jalanan gak?" ku goyangkan badan adikku. 

Ia langsung bangun tanpa ada tanggapan serta langsung lari untuk mandi.

Purnomo ini masih kelas 3 SD. Ia benar-benar suka jika saya pulang ke rumah. Terkadang ia ikhlas bangun malam-malam jika tahu saya ingin pulang ke rumah. Maklum, umumnya saya pulang dari perantauan sore hari atau habis magrib serta baru sampai di dalam rumah telah pada terlelap. Juga pernah ia muram dikarenakan tidak ada yang menggugah waktu saya tiba, meskipun ia tahu, setiap saya pulang hampir tidak sempat bawa oleh-oleh.

"Mah, kapan Aa Wibi pulang? Kok gak pulang-pulang sich?" demikian bertanya Purnomo pada Mamah jika saya lama tidak pulang.

Sesudah Purnomo usai mandi, kusiapkan sepeda. Lalu berboncengan kami melaju telusuri jalanan Kota Udang yang masih tetap sepi. Beberapa lampu penerang jalan juga masih menyala.

"ahh, jarang nih nikmati udara fresh perkotaan jenis gini", gumamku dalam hati. 

Sebab jika fresh udara pagi pedesaan, pegunungan itu telah begitu umum.

Share:

Lahirnya Sebuah Novel




Keelokan Seni selalu memberikan ide pada seniman lain. Seperti Pahatan PIETA karya Michael Angelo yang sangat populer itu. Ia membuat kontras yang dalam pada pribadi Buda Maria yang terlihat muda serta cantik, sesaat dipangkuannya ialah Yesus, Putranya yang dipapah dipangku waktu di turunkan dari Salib, loyo tidak bernyawa. Dalam pahatan itu seakan Buda Maria adaah anak dari Putranya The Daughter of The Son. Saat kritik terus-menerus tiba menusuk Michael Angelo, ia menjawab serta mengaku jika ia menyengaja berisi kontras yang pada dalam hasil karyanya Pieta. Ia berterus jelas jika ia di inspirasi oleh Puisi dari penyair Dante dalam puisinya In Paradiso.

Saat saya membaca Buku " Di antara Kabut serta Tanah Basah " yang dicatat oleh seorang imam Jesuit Romo BB Triatmoko SJ. Yang mengusung tokoh "Dewabrata" ( Resi Bisma ) yang jadi kakek paman dari dua dinasti besar Kurawa serta Padawa. Dewa Brata dilukiskan dengan cara bagus, uniq, tragik oleh Romo Triatmoko dalam penelusuran diri serta kesejatian hidupnya untuk cari Bunga Utpala (Teratai biru), yang adalah symbol Dewi Tara.

Dalam jalur hidupnya cari jawaban akan arti hidup serta kesejatian diri, putra Dewi Gangga ini banyak alami rintangan, bujukan, masalah, pertarungan batin, kesengsaraan yang hebat dari ibu tirinya, dan kesengsaraan serta  penganiayaan yang dirasakan oleh warga di dalam atau di luar kerajaannya. Ketidak adilan yang dilaksanakan oleh ibu tirinya bersatu baur akan kesayangan pada Ayah handanya Prabu Sentanu. Semua carut marutnya hidup yang dirasakan Dewabrata itu membuat ia ambil ketetapan untuk hidup dalam 3 Kaul yakni Tidak menikah,

Mudahnya Bermain Taruhan Bola Online

hidup miskin mengembara serta melakukan perbuatan kebajikan, dan patuh pada suara hati serta beberapa negara/kerajaannya. Yang pada akhirnya Dewabrata mengikhlaskan kerajaannya diperintah oleh adik tirinya. Sebab sumpahnya ia tidak terima tuntutan Dewi Amba yang meminta dinikahinya, dan ia turut perang Barata Yudha untuk bela negaranya serta di akhir narasi ia penuhi takdirnya mati dipanah "Srikandi" jilmaan "Dewi Amba" yang memendam sakit hati ketidakberhasilan cintanya pada Dewabrata.

Narasi yang berisi permenungan untuk membuat KESADARAN DIRI, untuk mendapatkan arti kehidupan serta memproses pokok sari satu perjalan batin, benar-benar menukik dihati serta permenunganku. Ada satu bertanya, Kenapa Romo BB Triatmoko, cuma menggambarkan pertarungan hidup Tri Kaul, seorang pria, buatku ini untuk beberapa imam serta beberapa religius pria saja, meskipun bagus direnungkan oleh beberapa wanita. Serta saya terus mencari siapakah tokoh wanita yang cerita hidupnya menjaga Tri Prasetya seperti atau seperti Dewabrata?

Pada akhirnya saya mendapatkan tokoh yang kuanggap pas untuk Novelku " "Semburat Putih Pelangi Kasih " tokoh itu ialah Sanggramawijaya Tunggadewi, putri sulung Si Prabu Airlangga. yang nantinya Si Dewi memproklamirkan namanya jadi " Dewi Kili Suci " saat ia sudah mendapatkan kesejatian cinta tanpa ada ketentuan dari Si Hyang Widhi

Dewi Kili Suci alami Ia patuh pada adat kraton tempat ia dilahirkan serta dibesarkan, tetapi jiwanya yang penuh kebebasan ingin terbang cari kesejatian diri serta arti hidup. Dalam hiruk pikuknya laris kehidupan ia meminta izin untuk hidup di luar istana serta merasai tapa brata, dan kesejatian seorang wanita yang merdeka tentukan waktu depannya. Ia ikhlas memberi istananya pada adik kembarnya, serta tidak ingin dipersunting oleh beberapa pangeran yang menyuntingnya. Ia patuh pada suara hatinya serta bebas pergi dengan tuntunan serta olah kanuragan dari Maha Mpu Barada.

Menyengaja saya membalut NOVEL ini dengan latar belakang budaya Blora yang konon dipercaya untuk tempat lahir Si Maha Mpu Barada. Disana Sanggramawijaya Tunggadewi di gladi dalam tingkah kanuragan sampai ia mendapatkan jati dianya dalam pencerahan meditasi waktu " Malam Purnama "

Kesadaran duhai kesadaran

Jangan sampai saya melupakanmu

Atau sesaat wafatkanmu, serta terpisah denganmu,

Peluklah saya dalam jernih kehadiranmu




Share:

Cerita-cerita Senyap dari Sebuah Desa




Desa tempat Ivan serta teman-temannya dari lintas fakultas melakukan Kuliah Kerja Riil (KKN) ialah desa yang telah maju, di samping selatan Wuluhan. Sebagian besar penduduknya datang dari Jawa Mataraman. Kehidupan kota terasa sangat di desa ini, walau memiliki jarak kira-kira 40 KM dari Jember. Rumah, sepeda motor, mobil pribadi, atau truk biasa bersliweran di jalan hot mix. Golongan pemudanya banyak juga yang kuliah atau minimal lulus SMA. Sejumlah besar masyarakatnya bertani. Beberapa pemuda yang tidak kuliah, dari pagi sampai siang ke sawah. Mereka benar-benar giat kerja. Umumnya setelah Dzuhur sampai Ashar, beberapa mereka senang taruhan domino di warung Mbah Jon sekalian nyruput kopi. Mereka benar-benar nikmati permainan itu. Mas Toto katakan jika mereka taruhan tidak untuk memperoleh banyak uang, tetapi sebatas selingan di saat senggang. Paling-paling kelak jika menang buat membeli rokok serta ngopi bersama-sama. 

Mereka memang senang taruhan, tapi sikap sosial mereka sangat baik. Beberapa waktu lalu, contohnya, saat ada salah satunya masyarakat yang wafat, Mas Toto serta ‘pasukannya' langsung ke arah kuburan, tanpa ada diharap. Tidak lupa dia ajak Ivan. Sekalian bergurau mengenai cewek-cewek sebagai sasaran, mereka mengeduk tanah kuburan yang jadi kering oleh kemarau. Ganco serta cangkul jadi teman dekat yang betul-betul menolong. Seputar 3 jam, lubang kuburan sedalam 1,5 mtr. sukses digali.

"Memang, beberapa masyarakat yang tidak senang pada sikap setiap hari kami di warung Mbah Jon, menyebutkan kami preman, Mas. Ya, biasalah, di desa, ada yang tidak suka, ada yang menganggap biasa saja. Buat kami yang perlu kami tidak mengambil punya masyarakat. Haram hukumnya, Mas. Yang perlu kami aktif dalam pekerjaan sosial seperti jika ada kematian semacam ini, Mas. Minimal, kami ini masih punyai hati untuk menolong seseorang, bukan hanya preman yang menyukai taruhan serta mabok," papar Mas Toto sekalian bertumpu pada tangkai pohon bendho.

Mudahnya Bermain Taruhan Bola Online

"Siapa sich, Mas, yang menyebutkan Sampean serta teman-teman preman?" bertanya Ivan sekalian mainkan rerumputan kering.

"Ya, ada-ada saja, Mas. Ya, tokoh agama dan beberapa guru. Tetapi, ya tidak semua. Pak Karim, ia guru, tetapi belum pernah mengolok-olok kami. Umumnya memang tokoh agama. Lucunya, beberapa tokoh agama itu belum pernah menyentuh kebaikan kami waktu ada kematian atapun kerja bhakti bersih desa, tapi menyinggung-nyinggung pekerjaan setiap hari kami di warung, yang tuturnya dosa, preman, brandalan, tidak tahu agama, macam-macamlah." 

Selang sesaat, rombongan pembawa jenasah tiba diiringi tokoh agama, piranti desa, serta bagian keluarga. Mas Toto serta teman-teman selekasnya bersiap-siap untuk penguburan. Sesudah jenasah usai dikubur, Pak Modin memberi kutbah kematian. Rupanya Mas Toto serta teman-temannya turut dengarkan dengan cermat. 

Demikianlah, pertentangan di antara beberapa pemuda yang menyukai nongkrong di warung dengan tokoh agama menjadi warna setiap hari. Meski begitu, tidaklah sampai berbuntut pada perselisihan terbuka serta kontak fisik. Pada keadaan demikian, beberapa mahasiswa KKN memang seharusnya pintar-pintar bersiasat, agar tidak terjerat pada salah satunya tim, sebab dapat mengganggu penerapan program di desa. Terkadang, mereka harus bengkerengan, berdiskusi dengan keras, saat ada salah satunya anggota yang ajak untuk menjahui beberapa pemuda. Langkah pandang semacam itu dapat mengganggu program dalam bagian kepemudaan serta olah raga. Jika telah bengkerengan, Nunung, mahasiswi dari Fisipol, akan mengatasi serta semua jadi diam. Ya, Nunung memang profil penyatu di posko. Ia dapat menggabungkan keliaran pemikiran Ivan serta beberapa kawan dengan keteraturan pemikiran beberapa kawan lainnya.

Masuk bulan ke-2, Ivan mengawali program mandiri. Sesuai dengan bagiannya, Ivan mengajar Bahasa Inggris di salah satunya yang diurus oleh salah satunya organisasi keagaamaan Islam dalam suatu dusun, seputar 1 KM arah barat posko. Hari pertama dia masuk, beberapa murid kelas 5 memandangnya dengan aneh. Beberapa lainnya, cuma tersenyum. Ivan berupaya mengakrabkan diri dengan mereka. Untung dia bisa pengetahuan teater, jadi dapat acting jadi guru, sebab sempat memang tidak memperoleh tehnik mengajar di Universitas. Dengan acting-nya yang kadang gahar kadang lucu itu beberapa murid, pada akhirnya, dapat menerimanya. 

Di hari ke-2 jadi ‘guru' dia meminta izin pada kepala sekolah untuk ajak mereka jalan-jalan ke sungai kecil di tepi sekolah; mengajarkan mereka dengan situasi fresh, agar tidak di kelas saja. Guru kelas, seorang wanita berhijab yang alim serta ayu, mendampinginya. Rupanya ia cuma alumnus SMA. Sebab kurang guru, karena itu ia diambil. Tahun kedepan gagasannya ia ingin kuliah PGSD di Kampus Jember. Awalannya ia terlihat risih sebab kemungkinan rambut Ivan yang gondrong. Tetapi, kemungkinan sesudah lihat langkah mengajarnya langsung dekatkan murid pada alam, wanita itu dapat cair. Nama, Bu Guru itu Aulia. Ivan menyebutnya "Ay"—sebuah panggilan yang aneh, sebab Aulia biasa dipanggil Lia di dusunnya. Umurnya dua tahun semakin muda dari Ivan.

Hari-hari selanjutnya bersama-sama Aulia rupanya benar-benar membahagiakan. Mereka cepat dekat. Serta beberapa murid kelas 6 yang telah pahami makna pacaran, seringkali menjodoh-jodohkan Ivan dengan Aulia. Wah-wah, beberapa anak saat ini memang ramai. Terkadang Ivan seringkali kikuk, saat di kelas Aulia duduk bersama-sama beberapa murid memerhatikan triknya mengajar bahasa Inggris. Yang sangat membuat malu ialah saat mata mereka sama-sama bertubrukan. Ivan betul-betul kalah oleh pandangan mata wanita berhijab itu.

"Memang, Ay telah punyai calon, ya?" bertanya Ivan membulatkan tekad, saat mereka berdua ada di ruangan guru waktu jam istirahat. Kepala Sekolah serta guru-guru yang lain sedang ada rapat dinas di kecamatan. Ia terlihat malu-malu.

Share:

Ordered List

Sample Text

Definition List

Theme Support